Sebelum wafat, Abraham Maslow menunjukkan penyesalannya. Teori motivasi yang digagasnya itu seharusnya perlu direvisi. Menurut yang ditulis Danah Zohar dan Ian Marshall, hierarki Kebutuhan yang digagasnya mestinya perlu dibalik.
Maslow menyesal karena teori yang sebenarnya dimaksud untuk memaparkan problema masyarakat saat itu, mengilhami orang-orang tertentu untuk menjadi tamak dan terus-terusan memikirkan kebutuhan fisiknya, kebutuhan ragawinya. Di sisi lain, seperti yang kerap kita dengar, teori ini juga banyak “dimanfaatkan” oleh orang-orang malas untuk menjustifikasi kemalasannya dengan alasan kebutuhan fisik.
Menurut Stephen R Covey, dalam bukunya First Thing First (1994) kebutuhan aktualisasi yang paling tinggi bukan lagi aktualisasi diri tapi masih ada kebutuhan yang lebih tinggi lagi yaitu Self Transdence atau kebutuhan spiritual.
Motivasi Spiritual dalam Islam
Motif dalam bahasa Arab disebut داع سبب داع صورة رسم sedangkan motivasi تعليل ايجاب مسبب داع , Sedangakan niat dalam bahasa Arab adalah نوي ينوي نية رجا يرجوا دفع . Miftah Faridl berpendapat bahwa niat bisa diartikan dengan motif , karena pengertian niat ada dua pengertian yaitu getaran batin untuk menentukan jenis perbuatan ibadah seperti sholat subuh , tahiyatul masjid dan lain-lain. Niat yang kedua dalam arti tujuan adalah maksud dari sesuatu perbuatan (motif).
Niat dalam pengertian motif mempunyai dua fungsi :
1. Menentukan nilai hukum (wajib, sunat , makruh dan haram) , yaitu untuk sesuatu amal yang tidak ditentukan secara tegas hukumnya dalam Al-Quran dan as-Sunah.
2. Menentukan kualitas pahala dari sesuatu perbuatan-perbuatan yang tertinggi ikhlas dan perbuatan terendah riya.
Ketika motivasi dikaitkan dengan niat dan niat dikaitkan dengan keikhlasan maka hal ini sangat sulit diukur, namun yang perlu digaris bawahi terlepas dari keikhlasan dan riya ketika motivasi itu dibahas dan dibicarakan maka ada persamaannya yaitu sama–sama sulit diklaim secara mutlak namun hanya bisa diprediksi kemungkinannya.
Menurut Asep Ridrid Karana kata niat jika disejajarkan lebih tinggi daripada motivasi karena motivasi seorang muslim harus timbul karena niat pada Allah. Pada prakteknya kata motivasi dan niat hampir sama–sama dipakai dengan arti yang sama, yaitu bisa kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dorongan (drive) atau kekuatan . Walaupun dalam bahasa Inggris intention diartikan niat dan motivation dengan motivasi namun dalam berbagai penelitianpun kata motivasi yang digunakan.
Manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk beribadah pada Allah Semua aspek kehidupan bisa bernilai ibadah ketika diniatkan karena Allah. Hal ini dikuatkan dengan sebuah hadits dari Umar radhiyallahu anha,
Memurnikan niat karena Allah semata merupakan landasan amal yang ikhlas. Maksud niat disini adalah pendorong kehendak manusia untuk mewujudkan suatu tujuan yang dituntutnya. Maksud pendorong adalah penggerak kehendak manusia yang mengarah pada amal. Sedangkan tujuan pendorongnya banyak sekali dan sangat beragam.
Abdul Hamid Mursimenerangkan motivasi dalam perspektif Islam sebagai berikut :
1. Motivasi fisiologis
Allah telah memberikan ciri-ciri khusus pada setiap makhluk sesuai dengan fungsi-fungsinya. Diantara cirri-ciri khusus terpenting dalam tabiat penciptaan hewan dan manusia adalah motivasi fisiologis. Studi-studi fisiologis menjelaskan adanya kecenderungan alami dalam tubuh manusia unutk menjaga keseimbangan secara permanen. Bila keseimbangan itu lenyap maka timbul motivasi untuk melakukan aktivitas yang bertujuan mengembalikan keseimbangan tubuh seperti semula.
a. Motivasi Menjaga Diri
Allah SWT menyebutkan pada sebagian ayat Al-Quran tentang motivasi-motivasi fisiologis terpenting yang berfungsi menjaga individu dan kelangsungan hidupnya. MIsalnya lapar, dahaga, bernapas dan rasa sakit. Secara tersirat dalam Surat Thaha ayat 117-121 tiga motivasi terpenting untuk menjaga diri dari lapar, haus, terik matahari, cinta kelangsungan hidup, ingin berkuasa. Sebagian ayat al-Qur’an menunjukkan pentingnya motivasi memenuhi kebutuhan perut dan perasaan takut dalam kehidupan.
b. Motivasi Menjaga Kelangsungan Jenis
Allah menciptakan motivasi-motivasi dasar yang merangsang manusia untuk menjaga diri yang mendorongnya menjalankan dua hal terpenting yakni motivasi seksual dan rasa keibuan. Motivasi seksual merupakan dasar pembentukan keluarga dan dalam penciptaan kaum wanita Allah menganugerahi motivasi dasar untuk melakukan misi penting yaitu melahirkan anak-anak. Al-Quran mengambarkan betapa beratnya seorang ibu mengandung dan merawat anaknya.
2. Motivasi Psikologis atau Sosial
a. Motivasi Kepemilikan
Motivasi memiliki merupakan motivasi psikologis yang dipelajari manusia di tengah pertumbuhan sosialnya, di dalam fase pertumbuhan, berkembang kecenderungan individu untuk memiliki, berusaha mengakumulasi harta yang dapat memenuhi kebutuhan dan jaminan keamanan hingga masa yang akan datang.
Harta mempunyai peranan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Urutan pemuasan kebutuhan tersebut sebagai berikut :
1) Kebutuhan pangan dan papan
2) Kebutuhan kesehatan dan pendidikan
3) Kebutuhan bagi kelengkapan hidup
4) Kebutuhan posisi, status dan pengaruh sosial
Mengenai motivasi kekuasaan, al-Quran menengarai yang artinya :
”dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (syurga).
b. Motivasi Berkompetensi
Berkompetensi (berlomba-lomba) merupakan dorongan psikologis yang diperoleh dengan mempelajari lingkungan dan kultur yang tumbuh di dalamnya. Manusia biasa berkompetensi dalam ekonomi, keilmuan, kebudayaan, sosial dan sebagainya. Al-Quran menganjurkan manusia agar berkompetensi dalam ketakwaan, amal shaleh, berpegang pada prinsip-prinsip kemanusiaan, dan mengikuti manhaj Ilahi dalam hubungan dengan sang pencipta dan sesama manusia sehingga memperoleh ampunan dan keridhan Allah SWT.
c. Motivasi Kerja
Motivasi kerja dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ada sebagian orang yang lebih giat bekerja daripada yang lain. Kebanyakan orang mau bekerja lebih keras jika tidak menemui hambatan merealisasikan apa yang diharapkan. Selama dorongan kerja itu kuat, semakin besar peluang individu untuk lebih konsisten pada tujuan kerja. Ada juga yang menyukai dorongan kerja tanpa mengharapkan imbalan, sebab ia menemukan kesenangan dan kebahagiaan dalam perolehan kondisi yang dihadapi dan dalam mengatasi situasi yang sulit.
2. Bekerja dan berproduksi
Atas dasar tawakal dan meniadakan fatalisme ada tiga unsur yang menjadikan hidup manusia positif dan berguna. Pertama, mengimplementasikan potensi kerja yang dianugerahkan Allah. Kedua, bertawakal kepada Allah, dan mencari pertolongan-Nya ketika melaksanakan pekerjaan. Ketiga, iman kepada Allah untuk menolak bahaya, kediktatoran, dan kesombongan atas prestasi yang dicapai.
Tujuan aktivitas manusia pada sistem-sistem sekuler adalah meraih laba sebesar-besarnya untuk menjadi masyarakat yang elitis seperti yang diharapkan kapitalisme, atau mengimplementasikan kelayakan materi bagi seluruh masyarakat sebagaimana dikehendaki sosialisme. Tujuan material ini ternyata mendatangkan berbagai konflik diantara sistem-sistem ekonomi sekuler. Apalagi, sistem itu berupaya untuk saling mendominasi.
Konsep Islam tentang dunia sebagai ladang akhirat, memposisikan kepentingan materi bukan sebagai tujuan, namun sebagai sarana merealisasikan kesejahteraan manusia, seperti yang tertuang dalam surat Al-Qashas ayat tujuh.
Karenanya syariat Islam mempunyai visi politik tersendiri yang tidak berlandaskan pada individu seperti kapitalisme atau pada seluruh masyarakat seperti sosialisme. Dasar politik Islam adalah keseimbangan dan keserasian antara kepentingan individu dan masyarakat.
Adapun sistem “pertengahan” Islam didasarkan pada keseimbangan antara kepentingan individu dan kelompok. Prinsip ini telah dinyatakan Al-Quran, “tidak berbuat zalim dan tidak dizalimi”.
Islam menetapkan prinsip “pertengahan” yang memungkinkan kehidupan berjalan secara serasi dan damai, mengintegrasikan pemikiran dan keyakinan, sikap dan tindakan, tidak memisahkan antara moral individu dan hubungan sosial, menolak kerancuan atau kontradiksi kepribadian, serta menolak sikap boros dan kikir.
Islam mengajarkan bahwa setiap pekerjaan dan kenikmatan yang baik dapat berubah menjadi ibadah jika disertai niat tulus untuk menjaga anugerah hidup dan memanfaatkannya, serta menghormati kehendak pemberinya. Sebaliknya, jika orang yang bekerja tanpa iman akan hidup seperti robot dan tidak mampu merasakan eksistensi nilai-nilai di balik penciptaannya. Islam menetapkan bahwa amal tanpa iman adalah perjuangan sia-sia, bagaikan debu yang beterbangan.
Dalam pengertian umum, amal dalam Islam merupakan aktivitas terpenting bagi seorang muslim dalam kehidupan di dunia. Karena itu konsep ini dipadankan dengan iman, dijelaskan ratusan kali dalam Al-Quran. Amal dalam Islam dalam berbagai bentuknya mempunyai tujuan ganda, yakni merealisasikan keuntungan di dunia dan akhirat.
Dalam perspektif Islam, aktivitas perekonomian harus disertai komitmen untuk mematuhi petunjuk Tuhan yang digariskan Al-Quran dan dijabarkan as-Sunnah.Islam telah menetapkan pekerjaan bagi seorang muslim sebagai hak sekaligus kewajiban. Islam menganjurkan bekerja dan memerintahkan agar pekerjaan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Prinsip pertama ynng ditegakkan Islam dalam mengatur masyarakat ialah agar setiap orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.
Konsep motivasi spiritual menurut Umar Chapra sejiwa dengan apa yang dikemukakan Weber bahwa dunia Barat berkembang tidak didorong oleh nilai konsumtif melainkan oleh motivasi dari nilai kreatif yang disebut etos karya. Karena Max Weber seorang protestan, maka etos karya itu disebut etos Protestan, itulah etos agama. Umat Kristen juga mempunyai pandangan bahwa pembangunan perlu memiliki apa yang disebut “transcendent persfektive” artinya faktor tindakan Allah (dibaca Alah) dalam pembangunan atau sejarah manusia jangan dilupakan.
Ajaran agama Hindu sendiri memiliki banyak aspek teologis pembangunan diantaranya Tri Hita Karana yang berarti tiga hal (Karana) yang akan membuat bahagia (Hita). Tiga hal (unsur) tersebut adalah Prajapati (Tuhan yang mahaesa), Praja (Manusia), dan alam lingkungan manusia. Konsep ini pula dijadikan disertasi oleh Anak Agung Gde Agung ( Mantan Menteri Negara Masalah-Masalah Kemasyarakatan–Kabinet Gus Dur ) yang dipahat namanya disejajarkan dengan sembilan tokoh lainnya seperti Nelson Mandela atau Albert Einstein. Al-Quran sendiri menegaskan adanya pengamalan hidup manusia dan kemuliaan bekerja.
Masih banyak ayat Quran yang memotivasi manusia untuk menekuni pekerjaan sehingga hidupnya menjadi tenang dan aman, maka dari itu pula manusia mampu bersikap positif, serius, tekun dalam bekerja serta merasa yakin terhadap janji sang pemberi Rezeki.
Menyandarkan rejeki kepada Allah SWT bukanlah ajakan untuk bersikap fatalis dan berpangku tangan, melainkan merupakan ajakan untuk bekerja. Berpangku tangan bertentangan dengan hukum dan peraturan hidup manusia, serta bertentangan dengan misi yang diemban manusia. Islam mengajak individu untuk mendayagunakan potensi yang dianugerahkan Allh SWT kepadanya untuk bekerja dalam batas-batas kemampuan, tanpa menunggu pemerintah mengurus seluruh keperluannya.
Iqbal dalam Asy’arie membagi kehidupan religius menjadi tiga fase, yaitu fase keyakinan, pemikiran dan penemuan. Fase pertama ditandai dengan disiplin ilmu yang kuat yang harus diterima oleh seseorang maupun kelompok sebagai perintah tanpa syarat dan tanpa pengetian rasional tanpa makna dan tujuan dari perintah tersebut.
Fase kedua munculnya pengertian rasional terhadap disiplin ilmu tersebut dan sumber azasinya kekuasaannya . Pada fase ini kehidupan agama mencari landasan pada semacam metafisika suatu pandangan yang logis mengenai dunia dengan Tuhan menjadi pandangan dari pandangan tersebut.
Fase ketiga metafisika bergeser oleh psikologi dan selanjutnya kehidupan religuius mengembangkan hasrat mengadakan hubungan langsung dengan realitas akhir. Pada tahap ini agama menjadi persenyawaan antar kehidupan dan kekuasaan, sehingga individu mencapai kepribadian merdeka, namun tidak melepaskan diri dari ikatan hukum dalam kesadaran sendirinya. Konsep kehidupan religius didasarkan pada ketiga motif spiritual dalam Islam yaitu berdasarkan motivasi aqidah, ibadah dan motivasi muamalat.
1. Motivasi Akidah , Ibadah dan Muamalat
a. Motivasi Aqidah
Motivasi spiritual dalam Islam adalah berdasarkan motivasi aqidah, ibadah dan motivasi muamalat. Motivasi akidah adalah keyakinan hidup, fondasi dan dasar dari kehidupan, yang dimaksuddengan akidah Islam adalah rukum iman. Iman menurut hadist merupakan pengikraran yang bertolak dari hati, pengucaopan dengan lisan dan aplikasi dengan perbuatan. Jadi motivasi akidah dapat ditafsirkan sebagai dorongan dari dalam yang muncul akibat kekuatan tersebut. Sistematika akidah agama Islam terdiri dari rukun Iman diantaranya , namun dalam motivasi akidah ini yang dilibatkan hanya unsur iman kepada Allah, iman kepada kitab Allah dan iman kepada Rasulullah. Ketiga unsur ini dilibatkan karena pada waktu bekerja terlibat secara nya sehari-hari .Unsur yang lain tidak dilibatkan dalam aktifitas bekerja karena belum menjadi pemahaman iman yang bisa dilibatkan dalam proses produksi maupun meningkatkan kinerja.
Esensi Islam adalah pengesaan Allah. Tidak satupun perintah dalam Islam yang dilepaskan dari tauhiid. Seluruh agama itu sendiri , kewajiban untuk menyembah Tuhan , mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya., akan hancur begitu tauhiid dilanggar. Menurut Abdurrahim kualitas seseorang 90 % ditentukan oleh sikap dan 10 % ilmu pengetahuan, sedangkan sikap dan prilaku ditentukan oleh nilai seperti ikhlas yang merupakan manifestasi dari sikap tauhiid.
Searah dengan pandangan Islam, Glock and Stark menilai bahwa kepercayaan keagamaan (teologi) adalah jantungnya dimensi keyakinan, didalamnya terdapat seperangkat kepercayaan mengani kenyataan akhir, alam, dan kehendak supranatural sehingga aspek lain dalam agama menjadi koheren.
Menurut ancok walaupun tidak sepenuhnya sama, dimensi keyakinan dapat disejajarkan dengan akidah, Dimensi keyakinan atau akidah Islam menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran agamanya, terutama kebenaran ajaran agama yang bersifat fundamnetal dan dogmatik
Ketika seseorang menghadirkan dimensi keyakinan akidahnya ke dalam kehidupannya , sering terjadi pengalaman batin yang sangat individual dan yakin dapat meningkatkan energi spiritual unutk meningkatkan kinerja.
a. Iman kepada Allah
Iman kepada Allah merupakan titik sentral, akar dan fondasi yang menjadi kekuatan seorang muslim . Iman adalah seperti pohon yang berbuah , buahnya tidak pernah terputus, pohon iman memberikan buahnya setiap saat , baik di musim panas dan musim dingin, di siang maupun di malam hari. Begitu juga seorang mulmin harus tetap beramal di setiap saat dan di setiap kesempatan. Oleh sebab itu sering kali dimuat dalam al-Quran pernyataan Iman dan Amal saleh karena amal salah merupakan salah satu buah dan bekasnya.
Salah satu ciri orang yang beriman diantaranya adalah disebut nama Allah maka gemetarlah hatinya dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah bertambahlah iman . Menurut Iman yang paling kuat adalah iman yang diamini, diakui dan diaplikasikan dengan hati , lisan dan perbuatan.
b. Iman Kepada Kitab
Sebagai seorang muslim harus beriman kepada Taurat, Zabur, Injil dan Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab Allah SWT yang diturunkan kepada umat sesuai dengan ruang dan waktu. Al-Quran merupakan kitab terkahir , sumber asasi Islam yang pertama, kitab kodifikasi firman Allh SWYT kepada manusia di bumi , diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW,berisi petunjuk Ilahi yang abadi untuk manusia, untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pedoman hidup yang termuat dalam al-Quran hanyalahh akan dapat dimengerti dan dipedomi apabila ada upaya pemikiran terhadap isi yang terkandung didalamnya, Ini menunjukkan betapa pentingnya dialog yang terus menerus antara akal dan Al-Quran
c. Iman Kepada Rasulullah
Iman kepada rasul memiliki konsekuensi mengikuti dan mencontoh rasul yang disebut As-Sunnah. As-Sunnah (etimologis berarti: tradisi dan perjalan), sumber asal Islam yang kedua, ialah segala perkataan, perbuatan dan sikap Rasulullah saw yang dicatat dan direkam di dalam Al-Hadits (etimologis berarti: ucapan atau pernyataan dan sesuatu yang baru). Dalam arti teknis As Sunnah (sunnaturrasul) identik dengan Al-Hadits (haditsunnabawi).
Karena ajaran yang disampaikan Rasul itu bersumber dari Allah SWT dan sangat penting bagi keselamatan dan keberhasilan manusia, maka ajaran tersebut harus diterima dan dilaksanakan oleh manusia.
Dalam Asy’arie iman yang benar dan iman yang hidup adalah iman yang bias dipertanggungjawabkan secara moral dan intelektual, bias dikomunikasikan dengan akal budi, diwujudkan dalam tataran praktis, melalui apa yang disebut iqbal sebagai ijtihad. Berkaitan dengan otoritas dalam fikih, maka kemungkinan teoritis dari derajat ijtihad itu telah diterima oleh para Ahli Sunnah, tetapi dalam prakteknya ijtihad dipungkiri sejak berdirinya madzhab-madzhab dalam hokum Islam. Dalam kasus ini ijtihad penuh dipagari oleh syarat-syarat yang hamper tidak mungkin dilaksanakan oleh seseorang. Sikap seperti ini nampaknya amat ganjil dalam system hokum yang terutama didasarkan atas landasan pokok yang diberikan Al-Qur’an yang mengandung satu pandangan hidup yang dinamis dalam intisairnya.
Realita hidup kerasulan yang sangat manusiawi itu tercermin dalam sikap dakwah yang dijalankannya. Suatu misi yang tidak mengenal lelah dan tidak berhenti-hentinya telah berhasil menarik beberapa pengikut yang berbakti. Sebagian besar adalah orang-orang yang datang dari kalangan kelas rendah yang tak berpengaruh, sedang sebagian lagi terdiri dari pedagang kaya dan manusia yang memiliki kepekaan religius. Diantara yang terakhir ini bahkan ada yang pernah mengalami gejolak spiritual dalam dirinya.
Rasulullah dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya tenaga kerja dan selalu menghargai karya para karyawan dan para ahli dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. Beliau pernah bersabda: “ Allah mencintai orang yang selalu bekerja dan berusaha untuk penghidupannya.” (Al-Hadits) menurut Maqdam, Rasulullah pernah berkata,
“tidak seorangpun yang akan memperoleh keadaan yang lebih baik daripada orang yang memperoleh penghasilan dengan tangannya (tenaganya) sendiri. Nabi Dud pun memperoleh nafkah penghidupan dari tangannya sendiri.” (HR. Bukhori).
b. Motivasi Ibadah
Kaidah ibadah dalam arti khas (qoidah “ubudiyah) yaitu tata aturan ilahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dengan Tuhannya yang tata caranya telah ditentukan secara rinci dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Ibadah adalah suatu perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh orang yang tidak beragama, seperti doa, shalat dan puasa itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang beragama. Ibadah bertitik tolak dari aqidah, jika ibadah diibaratkan akar maka ibadah adalah pohonnya. Jika ibdah masih dalam taraf proses produksi, sedangkan output dari ibadah adalah mu’amalah.
Ibadah dalam ajaran Islam dapat dicontohkan sebagai berikut: doa, shalat, puasa, bersuci, haji dan zakat. Tetapi unsur motivasi ibadah ini hanya diambil doa, shalat, dan puasa, karena ketiga unsur ini dilakukan karyawan sehari-hari dalam proses produksi sehingga patut diduga mempunyai pengaruh dalam meningkatkan kinerja karyawan.
Jika diperhatikan beberapa ajaran Islam melalui Al-Qur’an mengenai ibadah yang selalu terkait dengan produksi seperti: zakat, amar ma’ruf nahi munkar, maka tidak dapat diragukan bahwa umat yang ibadahnya kaffah akan mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kinerja. Namun sebagaimana ditulis Amsyari bahwa adanya pengaruh pemahaman aliran.
“aliran spiritualisasi agama membatasi Islam hanya untuk ritual dan itupun secara pelan-pelan diabaikan pelaksanaannya (shalatpun makin jarang, berdoapun kalau sedang kesulitan, puasapun kalau tidak sakit maag dan semacamnya).”
a. Doa
Doa biasa diartikan dengan permohonan hamba kepada Tuhannya, tata cara berdoa telah diatur dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, penyimpangan terhadapnya dapat dikategorikan syirik dan bid’ah. Dzikir biasa diartikan dengan memuji asma Allah, sambil merenungkan kebesaran Allah SWT melalui arti asma Allah yang direnungkan dipikirkan sehingga mempunyai efek dzikir produktif yang dapat meningkatkan kinerja seorang muslim.
Potensi doa, dzikir dan fakir adalah asset ilahiyyah yang seharusnya dikelola dengan baik dalam perwujudan kerja prestatif atau amal shaleh.
Potensi dzikir yang positif dan dibarengi dengan potensi pikir yang positif maka hasilnya akan menjadi lebih besar, tetapi tidak dibarengi dengan ilmu, pikir sebagai refleksi kemampuan diri, maka hasilnya akan menjadi kurang atau bertambah jauh dari tujuan. Sebagai seorang muslim yang mempunyai penghayatan tinggi terhadap prestasi serta berkeyakinan bahwa kerja adalah Ibadah maka setiap pribadi muslim seharusnya memiliki suatu goal bahwa hidup ini akan mempunyai nilai jika mampu menjadi rahmat bagi lingkungan dan alam sekitarnya (rahmatan lil’alamin).
Berdoa sebagai awal dari awal, dimaksudkan untuk memberikan arah agar setiap tindakan amal, memenuhi criteria kesesuaian dan keseimbangan sebagaimana menjadi persyaratan kesalahan tersebut. Doa adalah cahaya dan amal adalah terang. Arti dari doa adalah api dan amal adalah panasnya. Antara doa dan amal ikhtiar merupakan satu paket, satu tarikan nafas yang senyawa, tidak bias dibelah secara parsial atau fragmentasi. Pepatah yang artinya, doa tanpa ikhtiar seperti busur tanpa anak panah. Doa yang khusu’, akan mendorong perilaku yang positif antara peribatin dan perilaku itu, berdirilah “akal pikiran”. Dengan demikian, seluruh tindakan yang berada dalam peribatin dan perilaku manusia akan sangat dipengaruhi oleh cara berfikir yaitu proses mental batiniah yang melahirkan bayangan tentang diri sendiri, penilaian atau pemaknaan atas lingkungan serta hubungan emosi antara jiwa dan raga dalam hubungannya dengan alam.
Dengan berdoa, berarti menunjukan kualitas dan kemampuan untuk memperepsi diri sehingga mempunyai asumsi atas gambaran jiwa yang tidak lain adalah salah satu bagian dari proses berpikir itu sendiri. Doa yang melahirkan optimisme itu, menggerakan sikap diri yang gagah untuk berkinerja. Dia tidak takut dengan kesulitan, karena di dalam nuraninya ada keyakinan bahwa setelah kesulitan pastilah ada kemudahan dan Allah akan mengabulkan doanya.
b. Shalat
Shalat adalah tata ritual sebagai konsekuensi orang yang beriman kepada Allah, merupakan kewajiban yang harus dilakukan lima kali dalam sehari. Shalat merupakan tiang agama, barangsiapa mengerjakan berarti telah menegakkan agamanya dan baransiapa meninggalkan berarti telah meruntuhkan agamanya. Shalat merupakan proses produksi yang apabila tata caranya diikuti secara tepat dan konsisten serta dijiwai dengan niat yang ikhlas, maka shalat tersebut dapat menghasilkan kinerja.
Sesuai teori psikologi Islam ada empat aspek terapeutik yang terdapat dalam shalat: aspek olah raga, aspek meditasi, aspek auto-sugesti, dan aspek kebersamaan. Selain memberikan terapi yang bersifat kuratif, agama juga memiliki aspek preventif bagi lahirnya gangguan jiwa dalam masyarakat. Rukun Islam memiliki aspek terapeutik. Demikian juga dengan rukun iman yang salah satunya adalah penerimaan bahwa baik dan buruk datangnya dari Allah, akan membebaskan orang dari segala macam ketegangan jiwa. Pada dasarnya tujuan beberapa teknik psikoterapi seperti kognitif (cognitive therapy) dan (insight therapy) adalah menentukan seseorang untuk menerima kenyataan hidup yang sudah diatur oleh Tuhan.
Beberapa mutiara hikmah shalat yang dapat diamati secara inderawi antara lain:
a. Kebiasaan hidup bersih
b. Berbusana rapi, sopan dan sederhana
c. Latihan terus menerus menghargai arti pentingnya waktu
d. Menggalang kemitraan dan kebersamaan.
e. Menciptakan keseragaman ucap, sikap, gerak, arah tujuan, pola berfikir dan gejolak hati nurani dalam satu komando.
f. Menumbuhkan keberanian melakukan koreksi yang konstruktif.
g. Memelihara tatakrama yang efektif.
h. Membangun solidaritas social.
i. Membangkitkan rasa mandiri.
j. Melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semangat membangun.
Jadi shalat bukan sekadar kegiatan rutin yang sifatnya seremonial dan tanpa bekas. Diakui atau tidak, sepuluh mutiara hikmah itu belum dihayati seluruhnya. Sementara ini masih saja ada kaum muslimin yang tidak disiplin dan konsisten mendirikan shalatnya. Shalat yang didirikan belum juga memberi bekas terhadap lingkungan kinerjanya.
Shalat yang khusuk yaitu pelakunya mempunyai hati yang tunduk dan didominasi oleh rasa cemas, takut dan berharap saat memperhatikan kebesaran Allah dan keagungan-Nya dan mendisiplinkan anggota tubuhnya sesuai dengan sikap tunduknya itu sehingga tidak berpaling dan tidak pula bergerak selain pergerakan yang telah ditentukan dalam shalat.
Penelitian tentang mentalitas manusia menetapkan adanya manfaat shalat dan ibadah. Badan penanganan masalah pengangguran di kota New York, telah melakukan psikotes terhadap lebih 15.000 tunawisma. Melalui penelitian ini dimungkinkan untuk mengarahkan setiap individu kepada profesi yang cocok sesuai dengan minat dan keahliannya. Hakihat khusuk jika dikaitkan dengan penelitian tersebut dapat berpengaruh posistif signifikan terhadap karyawan. Thabarah menyatakan bahwa kekhusuan adalah instrument untuk mengembangkan kemampuan diri dalam berkonsentrasi, yang berdampak pada kesuksesan dan keberhasilan seseorang dalam menjalani kehidupannya.
Upaya untuk mempertajam kecerdasan ruhaniah tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan yang menderu untuk melaksanakan shalat. Dalam shalat tersebut terdapat suasana yang mampu meningkatkan kualitas jiwa yang sangat tinggi dan mampu mencegah perbuatan yang munkar.
Mencermati firman Allah dalam Al-Qur’an Surat al-An’am ayat 162 dan surat al-Mukminun ayat 1-2 bahwa:
a. Shalat adalah tiang agama, dapat diartikan sebagai poros energi untuk berkinerja.
b. Orang yang shalat tetapi melupakan terhadap proses lanjutan setelah ibadah shalat, dikutuk oleh Islam.
c. Pengakuan pada waktu melaksanakan ibadah shalat bahwa shalat merupakan ibadah, hidup dan mati adalah bentuk pengabdian total kepada Allah.
c. Puasa
Puasa Ramadhan termasuk salah satu aturan Allah SWT yang wajib dijalankan oleh setiap muslim sebagaimana diungkapkan dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 183.Dengan demikian, pendekatan yang paling dikedepankan dalam memahami puasa adalah dengan pendekatan keimanan untuk mencapai target taqwa. Ditinjau dari segi teknologi modern, ditemukan bahwa penelitian modern mengungkapkan kenyataan bahwa puasa meningkatkan keimanan kepada pencipta dan puasa dapat memperpanjang usia manusia dan menghindarkannya dari sejumlah kelainan fisik dan penyakit. Penelitian gejala puasa di laboratorium ilmiah, para ahli berpendapat bahwa puasa sebagai suatu gejala fisiologi dan bukan semata-mata suatu hasil proses iradah, puasa adalah suatu keharusan hidup dan kesehatan.
Puasa mengatur perilaku dan konsumsi, mengendalikan nafsu berarti menyimpan energi spiritual yang dilakukan oleh seorang muslim mulai fajar sampai maghrib untuk mendapatkan energi spiritual. Jika pelaksanaan puasanya dilakukan secara tepat dan konsisten, maka berpuasa dapat meningkatkan bekerja dan berproduksi secara religius.
Penelitian dalam kedokteran Islam, terdapat aspek spiritual yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan kinerja yang religius. Mengajarkan cinta kasih antara manusia, memberikan rasa harap, kreatif, dan selalu optimis memandang hidupnya, meresapi arti dan efektifitas ibadahnya, pengabdian yang murni terbuka kepada Allah. Selain itu, mengajarkan manusia bersabar hati, meningkatkan kewaspadaan dari nafsu jahat, mempelajari manusia cara menabung, memperbanyak amal sosial dan shodaqoh.
c. Motivasi Muamalah
Kaidah muamalah dalam arti luas adalah tata aturan ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan benda atau materi alam. Muamalah diantaranya mengatur kebutuhan primer, dan sekunder dengan syarat untuk meningkatkan kinerja. Kebutuhan tersier dilarang dalam Islam karena dipandang tidak untuk meningkatkan kinerja tetapi dipandang sebagai pemborosan dan pemusnahan sumber daya. Bekerja dan berproduksi adalah bagian dari muamalah yang dapat dikategorikan sebagai prestasi kinerja seorang muslim menuju tercapainya rahmatan lil’alamin.
Motivasi muamalah adalah dorongan kekuatan dari dalam untuk memenuhi kebutuhan manusia yang dilandasi oleh kekuatan moral spiritual, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang religius, karena diilhami oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
Kebutuhan dan urutan prioritas biasanya dalam tiga tingkatan: keperluan, kesenangan, dan kemewahan.
1. keperluan biasanya meliputi semua hal yang diperlukan untuk memenuhi segala kebutuhan yang harus dipenuhi.
2. kesenangan boleh didefinisikan sebagai komoditi yang penggunaannya menambah efisiensi karyawan, akan tetapi tidak seimbang dengan biaya komoditi semacam itu.
3. kemewahan menunjuk kepada komoditi serta jasa yang penggunaannya tidak menambah efisiensi seseorang bahkan mungkin menguranginya.
Menurut Veblen perilaku konsumsi bermewah-mewah, manfaatnya tidak akan diperoleh secara langsung dari konsumsi barang itu sendiri, melainkan dari dampaknya terhadap orang lain. Kajian tentang perilaku itu dikembangkan lebih lanjut oleh Duesenberry, dikenal dengan istilah demonstrstion effects. Gambaran ini sungguh terbalik dengan tesis kaum klasik dan neo klasik yang mengatakan bahwa orang akan selalu memilih altrenatif konsumsi terbaik untuk memperoleh kepuasan yang sebesar-besarnya. Menurut Veblen, orang yang membeli sesuatu barang yang melebihi proporsi yang wajar jelas tidak rasional, melainkan lebih bersifat emosional yang disebut dengan perilaku conspicuous consumption dan pecuniary emulation.
Ada perbuatan tertentu yang dikenal sebagai religius dan spiritual, sementara lainnya, non religius atau keduniawian. Menurut Rahman, Islam tidak membedakan antara jenis keperluan yang satu dengan yang lainnya sebagai bagian dari ketaatan dan kepatuhan kepada Allah SWT. Kaum muslimin menafkahkan sebagian hartanya kepada para janda, anak-anak yatim dan orang-orang miskin seperti kerelaannya berbelanja untuk diri sendiri, anak-anak, orang tua dan kaum kerabat. Demikian juga ketika akan mendirikan shalat dan menunaikan ibadah haji, sama baiknya dan sama mulianya seperti jika ke kantor, berbisnis atau kegiatan lainnya dengan tujuan mencari nafkah untuk kehidupan dengan ulet, tawakal, professional, amanah dan jujur.
a. Kebutuhan Primer
Konsumsi adalah permintaan sedangkan produksi adalah penyediaan. Kebutuhan konsumen, yang kini dan yang telah diperhitungkan sebelumnya, merupakan insentif pokok bagi kegiatan ekonominya sendiri. Motivasi konsumsi dalam kehidupan ekonomi adalah penting, Karena kreativitas berarti meningkatnya kemakmuran masyarakat yang berarti meningkatnya konsumsi dan kesejahteraan sosial. Karena itu kepuasan konsumsi dan kepuasan kreasi merupakan pasangan, dengan kepuasan kreasi sebagai kepuasan primer yang fitri yang bersumber rahman dan rahim.
Karyawan mungkin tidak hanya menyerap pendapatannya tetapi juga mmberi insentif untuk meningkatkan jumlah pendapatan dan mempunyai pengertian bahwa pembicaraan tentang konsumsi adalah primer. Para ahli ekonomi mempertunjukan kemampuannya untuk memahami dan menjelaskan prinsip produksi maupun konsumsi saja. Karyawan dapat dianggap kompeten untuk mengembangkan hukum nilai dan distribusi hampir setiap cabang lain dari subyek tersebut. Perbedaan antara ilmu ekonomi modern dengan ekonomi Islam dalam aspek konsumsi terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari konsumsi modern.
Rasulullah menyimpulkan bahwa kebutuhan-kebutuhan pokok bagi setiap anggota masyarakat harus tersedia. Kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal, yang perlu bagi peningkatan efisiensi kerja disebut “kebutuhan tepat guna.”
b. Kebutuhan Sekunder
Menikmati kesenangan dibolehkan dalam Islam, Islam sangat memahami naluri alamiah manusia dalam mengagumi dan menikmati keindahan dalam hidup ini. Islam juga mengakui kebutuhan budaya manusia. Dalam masalah kebutuhan manusia akan keindahan dan budaya secara alamiah, Islam membolehkannya mengikuti kebutuhan pokok manusia, dan menikmati kesenangan.
Jadi jelaslah bahwa pemuasan keinginan, termasuk kenyamanan, keindahan dan perhiasan hidup dibolehkan dan dihalalkan. Oleh karena kesenangan merupakan keinginan yang memberikan kesenangan dan kenyamanan kepada manusia dan yang memiliki manfaat (utility) yang lebih besar dari harganya.
Peradaban materialistis dunia barat kelihatannya memperoleh kesenangan khusus dengan membuat semakin bermacam-macam dan banyaknya kebutuhan manusia. Kesejahteraan seseorangpun nyaris diukur berdasarkan bermacam-macam sifat kebutuhan yang diusahakannya untuk dapat terpenuhi dengan upaya khusus. Pandangan terhadap kehidupan dan kemajuan ini sangat berbeda dengan konsepsi islami. Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan materi manusia yang luar biasa, untuk menghasilkan energi manusia dalam mengejar cita-cita spiritualnya.
Perkembangan batiniah yang bukan perluasan lahiriah, telah dijadikan cita-cita tertinggi manusia dalam hidup. Semangat modern dunia barat, sekalipun tidak merendahkan nilai kebutuhan akan kesempurnaan batin, namun rupanya telah mengalihkan tekanan ke arah perbaikan kondisi kehidupan material. Kemajuan berarti semakin tingginya tingkatan hidup yang mengandung arti meluasnya kebutuhan yang menambah perasaan ketidakpuasaan dan kecewaan akan hal-hal sebagaimana adanya, sehingga nafsu untuk mengejar tingkatan konsumsi yang semakin tinggi pun bertambah. Dari segi pandangan modern, kemajuan suatu masyarakat dinilai dari sifat kebutuhan materialnya.
c. Bekerja dan Berproduksi
Allah berfirman dalam surat Yasin ayat 33-35 yang mempunyai makna. Pertama, hendaklah manusia bekerja didasarkan atas kepentingan berproduksi dan dari apa yang diusahakan oleh tangannya. Meski manusia bekerja usaha tersebut tetap disandarkan pada kehendak Allah SWT disertai doa memohon pertolongan-Nya.
Kedua, lingkungan adalah anugerah Allah SWT yang menyediakan segala kebutuhan yang dapat membantu manusia dalam kehidupannya. Anugerah Allah SWT itu disertai kesiapan berkarya yang disediakan pula baginya sejak pertumbuhannya. Dengan demikian jangan sampai seorang mukmin berkeyakinan bahwa fatalisme dibenarkan oleh aqidah. Fatalisme adalah jalan yang negatif dalam kehidupan, yaitu bersikap menunggu tanpa berusaha. Islam hanya mengenal konsep tawakal kepada Allah SWT berarti mendayagunakan seluruh potensi untuk memikirkan keselamatan, mempertimbangkan berbagai alternatif dan memilih yang terbaik untuk diimplementasikan.
Al-Qur’an Surat al-Jumuah ayat 10, al-Qashas ayat 77, al-Isra, ayat 29 dan al-Furqan ayat 67 , ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang manusia sebagai makhluk yang direncanakan Allah SWT untuk bekerja dan berproduksi. Dalam beberapa ayat al-Qur’an tersebut dapat disimpulkan tentang potensi manusia untuk bekerja dan berproduksi secara religius.
1. Bekerja adalah kegiatan alami dalam kehidupan manusia. Bagi Islam, bekerja mengelola kekayaan
2. alam yang diberikan Allah SWT untuk kebaikan manusia
3. manusia adalah makhluk yang berakal yang mampu menerapkan control diri dalam aktivitas kesehariannya. Apapun kondisinya, Islam menganggap pentingnya setiap individu muslim menyiapkan diri dalam rangka misi hidupnya. Seorang muslim meraih control diri yang bersumber dar dalam, hal ini akan menolong untuk berbuat sesuai dengan perintah agama Islam dan menjalankan aktivitas teknologi.
4. manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab, yang secara potensial mampu melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan manusia juga bisa gagal. Manusia dalam Al-Qur’an menerima mandat dari Allah SWT dan mempunyai tanggung jawab penuh atas setiap tindakannya. Meskipun Islam berarti ketundukan total terhadap Allah SWT, manusia merdeka dan bebas mengarahkan tindakannya dan apabila manusia tidak dipengaruhi oleh siapapun, kualitas kemampuan mengarahkan diri ini akan muncul. Dalam beberapa situasi manusia membutuhkan pengarahan dan motivasi dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab. Fakta bahwa Islam menekankan disiplin diri dan keberadaan Allah SWT bersamanya kapan dan dimana saja, tidak berarti bahwa orang-orang yang diberi jabatan dibiarkan bertindak sepenuhnya tanpa pengawasan orang lain. Sesuai dengan konsep Islam tentang manusia, maka pengawasan diperlukan untuk selalu meminimumkan pengaruh jahat dalam diri manusia dan merangsang motivasi baik semaksimal mungkin.
5. manusia adalah makhluk yang berakal yang dapat menggunakan bakat dan kecerdasan untuk mengembangkan kehidupan di bumi dan membuatnya semakin sejahtera. Islam mendorong setiap orang baik dalam skala pribadi, kelompok, maupun masyarakat untuk menggunakan potensi yang dimiliki demi kemashlahatan hidupnya. Satu-satunya pembatasan yang dikenakan ialah bahwa kemampuan inovatif tersebut beroperasi dalam ruang lingkup yang telah digariskan oleh Islam.
6. potensi manusia yang besar dapat dibangkitkan dengan motivasinya. Perbedaan metode motivasi antar barat dengan Islam, bahwa Islam di samping memberikan insentif material dan keuangan juga menggunakan insentif spiritual. Efektivitas insentif spiritual terbukti lebih kuat daripada yang material.
Islam selalu menyentuh hati manusia dan mendorongnya untuk menjaga kesadaran Islamnya. Para ulama Islam dan orang-orang yang belajar psikologi percaya bahwa motivasi spiritual lebih efektif dibandingkan dengan yang lain. Hal ini tidak berarti menghilangkan sama sekali motivasi material dan keuangan dalam diri manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar