Jumat, 04 November 2011

Percaya diri dan tidak putus asa menurut Islam



PERCAYA DIRI DAN TIDAK PUTUS ASA
A. PENDAHULUAN
Optimisme adalah sebuah keyakinan yang akan membawa pada pencapaian hasil. Tidak ada yang bisa diperbuat tanpa harapan dan percaya diri. Seorang yang bermental sebagai seorang pemenang, ia akan memiliki rasa percaya diri, ia bersungguh-sungguh dan yakin akan usahanya tersebut. Inilah sisi lain dari makna tawakal. Setiap kali ia diterpa oleh badai tantangan, segeralah ia memperbaiki dan dan membenahi diri, melakukan evaluasi lahir bathin seraya  melemparkan pertanyaan yang membedah hati nuraninya. Dalam segala hal dia tidak pernah mencari kambing hitam dan tidak ada kamus “pesimis” karena tidak akan menolong dirinya kecuali menambah beban untuk mengatasi persoalan yang dihadapinya.
Dari uraian  tersebut diatas penulis merumuskan masalah yang akan dibahas pada makalah ini diantaranya:
-        Siapakah orang-orang yang percaya diri dan tidak putus asa tersebut, dan kepada siapakah pesan percaya diri dan tidak putus asa tersebut disampaikan?
-        Kenapa kita harus percaya diri dan tidak putus asa?
-        Termasuk kedalam apakah orang – orang yang tidak percaya diri dan tidak putus asa tersebut?
-        Balasan apa yang diterima bagi  orang-orang yang percaya diri dan tidak putus asa, serta serta balasan apa pula yang diterima bagi  orang-orang yang  tidak percaya diri dan putus asa?
B. SENTRAL AYAT
Artinya :
  1. Hai anak-anakku, pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”(Q.S Yusuf: 87)
Hai anak-anakku, pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya(pangkal ayat 87). dengan perintah Beliau seperti ini kepada anaknya bertambah nampaklah kepastian dalam hati beliau bahwa mereka masih ada.dan beliau tegaskan lagi “dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”[1]
Siapakah orang-orang yang percaya diri dan tidak putus asa itu, dan kepada siapakah yang berhak memberi perintah agar percaya diri dan tidak putus asa tersebut? Perlu kita ketahui bersama bahwa sesungguhnya agama islam memerintahkan kepada kita semua agar kita percaya diri dan tidak putus asa dalam mencari rahmat dan hidayah Allah SWT. Kita sebagai manusia wajib ikhtiar kepada Allah SWT karena semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Sebagaimana pesan Nabi Yakub As kepada anak-anaknya dalam mencari saudaranya Yusuf serta Bunyamin. Pada ayat tersebut diatas pesan nabi Yakub As bukan saja memerintahkan kepada anak-anaknya untuk terus berharap dan perrcaya diri serta tidak putus asa dalam mencari saudaranya, tetapi ada  pesan kepada kita semua agar percaya diri dan tidak putus asa dalam mencari rahmat Allah SWT.
Kata “Rauh dari ayat tersebut lebih dalam makna dan takaranya serta lebih banyak kandunganya, didalamnya mengandung naungan tempat beristirahat dari musibah yang mencekik dengan apa yang menghibur jiwa[2]. Maka dari itu orang-orang yang beriman selalu berhubugan dengan Allah, raga dan bathin mereka selalu disirami dengan ruh Allah yang menghidupkan dan menyemangatinya. Mereka itu tidak pernah putus asa dari rahmat Allah, walaupun mereka diliputi oleh segala musibah yang menghampirinya, karena mereka dalam ketenangan kepercayaan terhadap Allah SWT.
Dari ayat diatas juga penulis berpendapat  bahwa Yakub sebagai orang tua yang tentunya banyak memiliki pengalaman dan kesabaran juga ilmu yang tinggi.  Penulis berpendapat bahwa pesan percaya diri dan tidak putus asa bukan saja ditunjukan bagi orang tua kepada anaknya, orang yang lebih tua kepada yang lebih muda tetapi juga pesan yang disampaikan dari orang yang berilmu baik tua ataupun muda.
Kenapa kita harus percaya diri dan tidak putus asa? Tidak banyak orang yang sadar bahwa kehidupan seseorang sangat ditentukan oleh cara berfikirnya. Apabila ia berfikir atau mempunyai gambaran sebagai orang yang penakut dan pesimis, maka gambaran tersebut akan mempengaruhi seluruh potensi dirinya yang ada sebagai seorang yang penakut. Ketakutan dan keputus asaan seseorang dalam mencari rahmat Allah adalah karena ketidak mampuan dan  ketidak yakinan orang tersebut dalam menghadapi masalah tersebut.
Firman Allah SWT dalam surat Al- Hijr ayat 52:
Artinya
52.  Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan: “Salaam”. Berkata Ibrahim: “Sesungguhnya kami merasa takut kepadamu”.
Kata “Wajilun” terambil dari kata “Wajal” yaitu kegoncangan hati akibat menduga akan terjadi sesuatu yang buruk[3]. Pantaslah Allah SWT sendiri berkata “aku menurut prasangkamu[4]. Apabila kita memiliki prasangka buruk kepada Allah SWT, berarti kita menghinakan diri sendiri dan bersiap untuk menerima kebrukan tersebut.
Ajaran islam adalah ajaran yang positif, menghindari segala bentuk negative sehingga harus tertanam pada jiwa kita bahwa alas an apapun yang menggiring kita pada sikap pesimistis adalah bertentangan dengan ajaran islam sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Hijr ayat 53:
artinya :
53.  Mereka berkata: “Janganlah kamu merasa takut, Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim.
Berfikir positif akan memberikan dorongan sikap dan tingkah lakuyang positif pula. Jiwa yang positif tampak bergairah penuh antusiasme dan keberanian yang sangat mendalam, dalam hidupnya tidak ada kata putus asa dan menyerah, karena bagi Allah semuanya mudah, siapa saja yang Allah kehendaki pasti dia akan mendapatkan rahmatNya, oleh karena itu tidak pantas bagi orang yang beriktiar dalam mencari rahmat Allah mempertanyakan apakah usahanya tersebut akan berhasil atau tidak, karena hal tersebut mengandung keputusasaan. Firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat 54:
Artinya : Berkata Ibrahim: “Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku padahal usiaku Telah lanjut, Maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan ini?”
Dan dalam surat Al-Hijr ayat 55, Allah berfirman:
Artinya:  Mereka menjawab: “Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, Maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa”.
Pada ayat 55 tersebut diatas memberikan dorongan kepada kita untuk selalu percaya diri dan tidak merasa putus asa. Bagaimana mungkin kita pesimis dan penakut, apabila sejak awal penciptaan manusia sudah disiapkan untuk menjadi pemenang dan petarung yang hebat. Bukankah dari berjuta-juta sperma yang memancar hanya satu yang berhasil untuk memperebutkan indung telur, dan satu sperma yang berhasil membuahinya itu tidak lain adalah kita! Yakinkan pada diri bahwa kita terlahir untuk menjadi pemenang.
Termasuk kedalam golongan apakah orang-orang yang tidak percaya diri dan putus asa itu? Sikap percaya diri dan tidak putus asa yang dilandaskan pada iman, menyebabkan segala bentuk tekanan tidak dijadikan sebagai kendala, tetapi sebuah tantangan yang akan membentuk kepribadian dirinya menjadi lebih cemerlang. Sebaliknya orang yang memiliki sikap tidak percaya diri, putus asa, dan pesimis adalah termasuk orang-orang yang putus harapan, fasik dan sesat, serta kufur. Firman Allah SWT:
Artinya:  Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat”.(Q.S Al-Hijr 56)
Juga firman Allah dalam surat Yusuf ayat 87:
 Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”.
Dan firman Allah dalam surat Al-Imran ayat 82:
Artinya:  Barang siapa yang berpaling sesudah itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.
Balasan apa yang diterima bagi  orang-orang yang percaya diri dan tidak putus asa, serta serta balasan apa pula yang diterima bagi  orang-orang yang  tidak percaya diri dan putus asa? Ada sebuah peribahasa “Berilah dan engkau akan menerima” [5]. Pernyataan tersebut sederhana namun mengandung makna yang sangat mendalam. Apa yang kita berikan itu pada dasarnya adalah apa yang akan kita terima di masa yang akan datang. Kita begini dan begitu adalah hasil dari pilihan kita sendiri.
Firman Allah SWT dalam surat Az-Zazalah ayat 7-8:
Artinya:
7.  Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
8.  Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
Semua perbuatan yang kita lakukan didunia akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Sekecil apapun perbuatan kita didunia akan dipertanggungjawabkan di akherat kelak. Kata Az-Zarrah adalah semut yang terkecil (maksudnya atom)[6] . Begitupun bagi orang yang tawakal, percaya diri dan tidak putus asa dalam mencari ridho Allah, mereka kelak akan menemui tuhanya dan akan mendapatkan balasan yang setimpal yaitu surga. Dan bagi orang –orang yang melanggar perintah Allah akan dibalas dengan siksaan yang pedih
Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 223:
 dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Apa yang dianugrahkan kepada kita adalah sesuatu yang jelas mendatangkan manfaat bagi kehidupan kita sejak awalnya[7]. Ketahuilah bahwa kelak kita akan menemui tuhanya dan akan membalas perbuatan yang kita lakukan.
C. NILAI – NILAI TARBAWI
Ada beberapa nilai tarbawi yang dapat diambil dari uraian tersebut diatas, yang pertama sebagai pendidik mengajar dengan contoh adalah cara efektif agar peserta didik mengembangkan sikap dan keterampilan social yang diperlukan untuk mengembangkan sikap percaya diri dan tidak putus asa, yang kedua membengun hubungan yang akrab dari dalam rumah hingga luar rumah akan membangun rasa percaya diri dan pengenalan diri. Yang ketiga pendidik hendaknya memberikan dukungan kepada peserta didik, karena dukungan merupakan factor utama dalam membantu peserta didik dalam mengatasi keputus asaan. Yang ke empat yaitu bahwa pesan untuk percaya diri dan tidak putus asa bukan saja dari yang tua kepada yang muda, melainkan dari yang berilmu baik yang tua maupun yang muda, dan yang kelima kepercayaan diri yang sempurna adalah kepercayaan diri yang terbentuk dari lahir dan bathin yang terus berkesinambungan, sebagai pendidik tentunya kita dapat meletakan dasar – dasar percaya diri kepada peserta didik untuk mencapai dasar kepercayaan diri dimasa yang akan dating.
Begitu juga pada dunia pendidikan diharapkan agar semua komponen pendidikan untuk percaya diri dan tidak putus asa, sehingga tercapai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Semua komponen pendidikan harus ikhtiar dan tawakal kepada Allah SWT, karena orang yang tawakal tidak pernah mengalami frustasi dalam mengarungi kehidupan ini.
D. KESIMPULAN
Sesungguhnya agama islam memerintahkan agar berserah diri dan ikhlas kepada Allah SWT. Kita sebagai manusia agar percaya diri dan tidak putus asa untuk terus mencari rahmat Allah. Banyak manusia yang cepat putus asa bahkan melampiaskanya dengan bunuh diri, hal itu disebabkan karena pemikiranya yang dangkal dan jauh dari nilai – nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kita sebagai manusia wajib ikhtiar, karena semua masalah pasti ada jalan keluarnya.
E. DAFTAR PUSTAKA
Al Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maraghi 2. Semarang: CV Toha Mustafa
Hamka. 2003. Tafsir Al-Azhar jilid 5. Singapura: Kertajaya Printing Industries
Sihab, M Quraish. 2007. Tafsir Al-Misbah. Jakarta:Lentera Hati

[1] Hamka,2003,tafsir Al-azhar jilid 5,Kertajaya pi:singapura. hal 1039
[2] Sayid Qhutub,2003,Tafsir Fizhilail Qur’an,Genma Insani Press: Jakarta. hal 390.
[3] M. Quraish Sihab,2007,Tafsir Al-Misbah,Lentera Hati:Jakarta. hal 142.
[4] Toto Tasmara,2001,Kecerdasan Ruhaniah,Gema Insani:Jakarta. hal 88.
[5]Toto Tasmara ,2001,Kecerdasan Ruhaniah,Gema Insani:Jakarta.
[6] Mustafa Al-Maraghi,1993,Tafsir Al-Maraghi 30,CV Toha Mustafa:Semarang. hal:381
[7] Mustafa Al-Maraghi,1993,Tafsir Al-Maraghi 2,CV Toha Mustafa:Semarang. hal:274

Tidak ada komentar: